DISKUSI PERENCANAAN AUDITORIUM DI UNIVERSITAS TRISAKTI – NOVEMBER 2017
Bagi Civitas jurusan Arsitektur Universitas Trisakti, pemahaman yang baik mengenai akustika bangunan merupakan hal yang penting ketika melakukan perencanaan dan perancangan bangunan Auditorium. Dengan rasa ingin tahu yang besar dari mahasiswa/mahasiswi Universitas Trisakti, beberapa waktu lalu kami diundang sebagai Guest Lecturer untuk membahas mengenai Perencanaan Akustik Pada Auditorium.
Pembahasan yang dibawakan lebih menitik beratkan kepada pendekatan arsitektural namun tanpa mengabaikan pendekatan-pendekatan fisika akustik.
Pemahaman dasar atau diskusi mengenai fundamental of sound menjadi topik awal pada sesi ini. Topik awal ini dimulai untuk meletakkan dasar yang benar dan membangun awareness ( Kesadaran ) dari mahasiswa untuk memahami lebih dalam mengenai fisika akustik.
Antusiasme dari mahasiwa maupun dosen yang hadir nampak dari respon mereka terhadap materi yang dibawakan oleh kami. Pertanyaan – pertanyaan yang bergulir menunjukan ketertarikan mereka terhadap dunia akustik dan juga mencerminkan permasalahan yang seringkali muncul dalam dunia nyata namun membingungkan pada saat penyelesaiannya.
PEMBAGIAN KONSEP TREATMENT SUARA MENURUT FUNGSINYA
ACOUSTIC CONTROL
Adalah tindakan atau perlakuan yang bertujuan untuk mengendalikan suara langsung dan atau suara tidak langsung ( suara pantul ) didalam ruangan. Contohnya : Mengendalikan gema yang mengganggu tingkat kejelasan suara didalam suatu auditorium. Pengendalian akustika ( Acoustic Control ) berfungsi untuk memperbaiki cacat akustik.
NOISE CONTROL
Adalah tindakan atau perlakuan yang bertujuan untuk mengendalikan kebisingan akibat transmisi suara antar ruangan. Contohnya : Mengendalikan kebisingan dari dalam ruang studio yang bertransmisi menuju bangunan lain atau ruang lain.
Dikarenakan keterbatasan waktu maka pemaparan yang dilakukan seputar perencanaan dan pengendalian akustika bangunan dengan menggunakan parameter Reverberation Time ( Waktu Dengung ).
PERLAKUAN AKUSTIK
ACOUSTIC TREATMENT
Ketika suara menabrak suatu permukaan, maka ada 3 fenomena yang terjadi, yaitu : dipantulkan ( reflected ), diserap ( absorbed ) atau diteruskan ( transmitted ). Jumlah energi yang dipantulkan, diserap atau diteruskan tergantung dari jenis material tersebut. Suara akan terpantul pada bidang datar yang memiliki permukaan yang keras, contohnya : kayu, besi, beton, dll. Semakin lunak dan berpori atau berserat, material tersebut memiliki sifat menyerap suara, contohnya : busa, mineral wool, dll.
Desain arsitektural yang baik diperlukan pertimbangan volume ruang, bentuk ruang, dan kombinasi penggunaan treatment akustik yang sesuai dengan fungsinya. Kombinasi dan peletakkan absorber, diffuser, dan reflector sangat diperlukan untuk mengendalikan akustik ruang.
Korelasi Treatment Akustik Untuk Ruang Produksi dan Ruang Reproduksi
Secara arsitektural akustik, jenis ruang dibagi menjadi ruang produksi dan ruang reproduksi. Ruang produksi adalah ruang yang digunakan untuk mengakomodir suara didalamnya dimana sumber suara tersebut tanpa menggunakan sistem tata suara atau pengeras suara ( Unamplified Room ). Contohnya : Ruang konser klasik, Recital Hall, Opera House, Theatre, dll. Sebaliknya dengan ruang reproduksi adalah ruang yang digunakan untuk mengakomodir suara didalamnya dimana sumber suara tersebut menggunakan sistem tata suara atau pengeras suara ( Amplified Room ). Contohnya : Recording Studio, Broadcast Studio, Video Conferencing Room, Home Theatre, dll.
Pada ruang produksi, penggunaan diffuser dan reflektor merupakan treatment utama untuk mengendalikan akustik didalam ruang.
Hal sebaliknya pada ruang reproduksi, seperti studio musik, home theatre harus menghasilkan suara yang natural. Semua spektrum, warna suara ( timbre ), informasi yang berkaitan dengan ruang ( spatial information ) direkam didalam suatu media dan akan diperdengarkan didalam suatu ruang. Pendengar diharuskan hanya mendengar sebagaimana materi yang direkam. Didalam ruang reproduksi absorber dan diffuser memegang peranan penting, dan reflektor hanya sedikit memberi kontribusi.
DESAIN RUANG MULTI FUNGSI ( AUDITORIUM )
Didalam pembahasan kali ini, ada beberapa batasan mengenai materi yang didiskusikan dikarenakan keterbatasan waktu. Pada materi kali ini difokuskan untuk membahas ruang multi fungsi skala kecil sampai menengah.
Desain arsitektural selalu dimulai dengan pemrograman, melalukan identifikasi mengenai kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai oleh owner merupakan langkah awal yang harus dilakukan. Pemrograman menjadikan arsitek dan akustisi memahami kemana arah desain akan bergerak. Apakah desain ruang menitik beratkan kepada penggunaan pidato ( speech ) atau musik. Memang, tidak jarang sering terjadi perbedaan pendapat didalam menentukan arahan desain, tidak hanya didalam tim desain namun terjadi dari pihak owner sendiri. Namun sebaiknya, hal ini diselesaikan pada awal proses sehingga arahnya menjadi jelas.
Mengubah program ketika proses eksekusi dilaksanakan akan menimbulkan konsekuensi yang serius. Misalnya : Sebuah rumah ibadah ( gereja ), tentunya didesain sebagai rumah ibadah namun dilain sisi berharap juga dapat memenuhi kebutuhan theatre, bioskop, studio televisi dimana fungsi-fungsi ruang tersebut memiliki persyaratan yang berbeda dan signifikan. Program yang dirancang dengan baik akan meminimalisir isu-isu yang tidak perlu terjadi dan dapat membantu menetukan arah desain yang jelas.
Konfigurasi tempat duduk, volume ruang, arah pandang penonton, sirkulasi dan estetika sangat tergantung pada program ruang. Pada ruangan yang digunakan pada kebutuhan pidato, disarankan jarak pendengar dekat dengan pembicara. Bentuk ruang juga mempengaruhi efektifitas penempatan jumlah pendengar. Apakah menggunakan bentuk ruang “Fan Shape” atau “Rectangular”, bukan sekedar memperindah tampilan namun lebih kepada pertimbangan fungsi ruang tersebut.
Untuk ruang auditorium yang berukuran kecil, umumnya berbentuk “Rectangular”, dimana dinding bagian depannya dimiringkan menjauhi panggung ( gambar 1 ).
Untuk ruang kelas yang perlu mengakomodir banyak murid, bentuk “Fan Shape” lebih disarankan, dengan sudut maksimal terhadap dinding yang berlawanan tidak lebih dari 140o.
Jika ruang digunakan sebagai ruang multifungsi, sudut ruangan berkisar 40o dan 80o, dimana semakin kecil sudutnya semakin baik untuk musik.
Salah hal yang mempengaruhi pengaturan tempat duduk adalah sirkulasi dan regulasi keamanan bangunan. Didalam rencana penempatan tempat duduk menurut building code US tidak boleh lebih dari 6 kursi jika dalam 1 baris hanya memiliki 1 lorong jalan ( gambar 4 ). Lebar lorong yang diijinkan untuk melayani dua sisi adalah 1000mm atau 1meter.
GAMBAR 4
Jumlah maksimal kursi yang diijinkan adalah 14 kursi dalam satu baris dan harus memiliki 2 lorong ( gambar 5 ). 2 lorong ini berguna untuk melayani 1 baris yang terdiri dari 14 kursi. Lebar lorong yang digunakan untuk sirkulasi adalah 900mm atau 90cm. Mendesain lebih dari 14 kursi dalam satu baris dapat menyebabkan kesulitan proses evakuasi ketika terjadi kondisi yang berbahaya didalam gedung bahkan dapat menimbulkan korban jiwa.
GAMBAR 5
Jarak normal antar kursi dari baris ke baris adalah 920mm – 970mm sedangkan untuk standar internasional adalah 1010mm – 1070mm ( gambar 6 ). Perlu dipertimbangkan juga agar pengguna dapat melintas antar kursi ketika kegiatan sedang berlangsung.
GAMBAR 6
Volume ruangan ditentukan berdasarkan volume per tempat duduk sesuai dengan pedoman yang ada. Idealnya, ruangan yang digunakan untuk kebutuhan pidato ( speech ) memiliki nilai reverberation time yang rendah, maka volume per tempat duduk pun memiliki nilai yang rendah juga, rentangnya berkisar antara 2.3m3 sampai 4.3m3. Untuk ruangan yang digunakan untuk kebutuhan unamplified music ( Classical Concert Hall, Opera House, dll ) rentangnya berkisar 4.5m3 sampai 11.3m3, dengan ruangan yang kecil namun memiliki volume per tempat duduk yang besar. Pada ruang multifungsi memiliki rentang 5.1m3 sampai 8.5m3. Untuk lebih jelasnya, dapat melihat tabel dibawah ini.
Reverberation Time merupakan parameter fundamental untuk mengukur kualitas akustik suatu ruang, dimana satuan yang digunakan adalah second ( detik ). Definisi dari Reverberation Time ( RT ) adalah waktu yang diperlukan untuk suara meluruh dimulai dari suara dibunyikan sampai suara habis tidak terdengar. Ada beberapa kalkulasi yang digunakan untuk mengukur RT yaitu T60, T30 dan T20. T60 adalah waktu yang diperlukan untuk meluruhkan suara sebesar 60dB diatas background noise ( latar kebisingan ), T30 dan T20 masing-masing menggunakan sumber bunyi diatas 30dB dan 20dB diatas background noise ( latar kebisingan ). Mengapa perlu dilakukan kalkulasi T30 dan T20? Jika menggunakan T60, artinya diperlukan sumber bunyi 60dB diatas background noise ( latar kebisingan ) dimana jika background noise ( latar kebisingan ) mencapai 40dB maka sumber bunyi yang diperlukan untuk mengukur waktu dengung adalah 100dB. Dengan kondisi demikian, sumber bunyi yang diperlukan untuk mencapai 100dB cukup sulit, maka dengan menggunakan sumber bunyi 30dB atau 20dB diatas background noise ( latar kebisingan ) maka hal tersebut sangatlah mungkin untuk dicapai. Dari hasil pengukuran T30 dan T20 tersebut dapat dilakukan interpolasi.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi nilai RT ruangan, yaitu : Volume ruang, nilai absorpsi material, dan luas permukaan material. Semakin besar volume ruangan maka nilai RT nya akan semakin besar pula. Rekomendasi waktu dengung dipengaruhi oleh faktor volume ruang dan fungsi ruang. Pada tabel dibawah ini bisa dilihat keterkaitan antara nilai waktu gema yang direkomendasikan, volume ruang dan fungsi ruang.
Materi diatas merupakan paparan singkat yang membahas secara umum bagaimana mendesain ruang multifungsi atau auditorium yang kami lakukan di Universitas Trisakti. Kami sangat senang ketika kami dapat berbagi dengan civitas Trisakti, kami berharap bahwa apa yang kami bagikan dapat memperluas wawasan mengenai Arsitektural Akustik.